Kandungan pokok surat al-fatihah
1. Aqidah ( اَلْعَقِيْدَةُ ) : ayat 1-4
2. Ibadah ( اَلْعِبَادَةِ ) : ayat 5
3. Konsep Kehidupan ( مَنْهَاخُ الْحَيَاةِ ) : ayat 6-7.
ad. 1. Aqidah
« Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang »
Bismillah adalah
akidah, segala sesuatu yang baik dimulai dengan nama Allah bukan nama yang lain. Contohnya dalam penyembelihan bila dengan selain Allah maka ia terjatuh kepada kemusyrikan.Ar-Rahman Ar-Rahim à memunculkan harapan akan kasih sayang Allah. Bila berharap kepada makhluq yang ia tidak dapat memberikan/mengabulkan harapan maka juga terjatuh kepada kemusyrikan
« Segala pujian untuk Allah Rabb alam semesta »
Pujian muncul karena rasa cinta, dan cinta sendiri merupakan bagian dari akidah karena ia adalah hak Allah Ta’ala. Seseorang bisa terjatuh kepada kemusrikan bila mencintai yang lain lebih tinggi daripada cintanya kepada Allah.
ا« Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang »
Ayat ini dulang lagi menunjukkan betapa besarnya kasih sayang Allah. Rahman lebih luas daripada rahim, karena rahman diberikan ke semua makhluk ( orang non muslim pun mendapatkan rahman-Nya Allah seperti kesehatan, kekayaan dll). Sementara rahim hanya khusus diberikan kepada orang mu’min saja.
« Yang Menguasai hari pembalasan »
Allah menjadi satu-satunya raja di hari kiamat yang akan mengadili setiap perbuatan seluruh manusia, dan ini akan memunculkan rasa takut, sementara takut adalah bagian dari akidah. Rasa takut wajib dimiliki oleh orang beriman. Kata ulama : Barangsiapa yang takut kepada Allah maka segala yang ada di permukaan bumi akan takut kepadanya.
Dari 4 ayat diatas dapat disimpulkan adanya 3 poin penting yaitu : cinta ( اَلْمَحَبَّة ), harapan ( اَلرَّجَاء ) dan takut/kecemasan ( اَلْخَوْف ). Ulama ahli akhlak mengatakan : « bahwa seseorang akan merasakan lezatnya ibadah bila terkumpul dalam dirinya ketiga hal ini ».
Seseorang yang hatinya penuh cinta kepada Allah maka setiap ibadahnya akan terasa manis/ringan untuk dijalankan, berbeda dengan seseorang yang hatinya tidak dilandasi cinta, maka ibadahnya akan terasa berat atau menjadi beban serta sekedar rutinitas biasa saja. Seseorang yang melakukan ibadah dengan penuh harapan maka ia akan selalu termotivasi unutuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, karena ia yakin dengan janji-janji Allah seperti ridho-Nya dan surga-Nya. Seseorang yang bisa menghadirkan rasa takut maka ia tidak terjebak pada GR (GhuRur – tertipu diri – menyangka bahwa ibadahnya sudah cukup), ia akan terus memperbanyak amalnya karena khawatir tidak diterima.
ad.2. Ibadah
ا« Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan »
Kalimat “iyyaka na’budu” keluar dari susunan bahasa Arab yang biasa, karena umumnya adalah “na’budu iyyaka” (kami menyembah kepada-Mu), namun ketika susunannya berbeda (obyek didahulukan) ia mempunyai maksud “litakhsis” (pengkhususan). Jika “na’budu iyyaka” artinya kami menyembah kepada-Mu, masih mungkin seseorang menyembah yang lain. Tapi setelah pengkhususan “Iyyaka na’budu” bermakna kami tidak menyembah yang lain, kecuali hanya kepada Allah saja. Ini berarti keikhlasan, bahwa ibadah hanya untuk Allah saja (syarat diterimanya ibadah : ikhlas & sesuai tuntunan Rasul)
Kajian fiqh da’wah : mengapa menggnakan kata kami/nun (na’budu - kami menyembah) bukan aku (a’budu – aku menyembah)? Ini berarti bahwa orang Islam dalam beribadah melibatkan orang lainà makna kebersamaan. Jika dalam shalat saja seudah melibatkan orang lain apalagi dalam kehidupan bermasyarakat/sosial seharusnya lebih kuat/bersinergi.
Ibadah berasal dari kata abdan (hamba). Orang yang mengakui sebagai hamba Allah akan mudah mendapatkan pertolongan Allah. Sebab salah satu sebab tidak dikabulkannya do’a karena yang berdoa belum merasa (tidak memposisikan diri) menjadi hamba. Padahal Allah menyebutkan dalam surat Al-Baqarah 186 : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Al-Ubudiyah secara bahasa berarti al-khudhu’ (tunduk) wa at-tho’at (ta’at) sehingga na’budu berarti kami tunduk dan kami ta’at (karena belum tentu orang tunduk tapi juga ta’at), ini menunjukkan ketundukan total tanpa keingkaran. Karena ada sebagian orang mengatakan : mengapa kita harus mau didoktrin oleh Allah Ta’ala? Padahal jika seseorang tidak mau didoktrin oleh Allah tapi secara sadar/tidak ia mau didoktrin oleh yang lain. [contoh pemain catur tidak pernah protes dengan doktrin pembuat catur, tidak ada yang protes mengapa kuda jalannya berbentuk L]. (na’udzubillah) kadang seseorang mau didoktrin oleh manusia tapi menolak didoktrin oleh pembuat manusia. Selain itu ibadah secara istilah juga berarti aktifitas apapun yang dicintai dan disukai oleh Allah Ta’ala baik berupa ucapan maupun perbuatan.
“Iyyaka na’budu” mengindikasikan bahwa totalitas seseorang siap menghambakan diri kepada Allah Ta’ala (siap melaksanakan perintah Allah dalam kondisi apa saja)
“Iyyaka nasta’in” à Hanya kepada-Mu kami minta pertolongan (isti’anah). Meminta pertolongan adalah bagian dari ibadah. Boleh meminta tolong kepada manusia hanya sebatas mereka mampu melakukannya. Namun diluar itu, harus/hanya memohon pertolongan langsung kepada Allah. Bila meminta pertolongan kepada manusia hal-hal yang mereka tidak mampu mengabulkan kecuali oleh Allah saja akan jath pada kesyirikan.
Ayat al-Baqarah 186 diatas juga menekankan bahwa masalah do’a adalah langsung kepada Allah tidak melalui perantara baik orang pintar/wali.
ad. 3. Konsep Kehidupan
« Tunjukkanlah kami jalan yang lurus »
Redaksi ayat ini berupa do’a : Ya Allah, tunjukkanlah Kami jalan yang lurus. Menurut ulama jalan yang lurus adalah Islam. Karena doa adalah obsesi yang harus direalisasikan maka ayat ini juga berarti : kami ingin berada di jalan Islam, ingin agar system kehidupannya adalah system Islam.
« Jalannya orang-orang yang telah Kau berikan nikmat, bukan jalannya mereka yang dimurkai dan orang yang sesat »
Jalan Islam yang dipilih bukan Islamnya kelompok A ataupun kelompok B tetapi Islamnya orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah ( para Nabi, para shalihin, para shidiqin, dan para syuhada). Sementara jalan orang yang dimurkai dan sesat, para ahli tafsir mengatakan mereka adalah Yahudi dan Nasrani. Namun Allah Ta’ala tidak menyebutkan nama Yahudi dan Nasrani melainkan hanya sifat/wataknya saja. Sehingga itu bisa berarti orang Islam juga tapi dimurkai (karena tahu kebenaran tapi tidak membenarkannya) dan sesat (tidak tahu kebenaran dan tidak berusaha mencarinya).
Hukum Basmalah dalam shalat
1. Hanafi
Membaca Basmalah dalam Fatihah sholat itu hukumnya wajib namun dengan suara pelan. Dalam riwayat lain bagi Ibnu Huzaimah : “Mereka membaca Bismillahir-rahmaanir-raahiim”membacanya dengan pelan”. (Subulus Salam I/333).
2. Maliki
Basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah. Sehingga tidak boleh dibaca dalam shalat baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Dan juga baik dalam shaalt jahriyah maupun sirriyah.
Dari Aisyah r.a :“Sesungguhnya Rosulullah memulai sholat dengan takbir dan membaca alhamdulillahi robbil’alamin (Riwayat Muslim)
3. Syafi’i
Wajib membaca Basmallah
a. Abu Hurairoh r.a, Nabi Muhammad SAW: Sesungguhnya rosulluloh telah bersabda “Jika kalian membaca alhamdulillahi robbil’alamin, makabacalah bismillaahir rohmaanir rohiim. Sesungguhnya itu ummul Qur’an, ummul kitab, dan sab’ul matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang), dan bismillaahir rohmaanir rohiim termasuk salah satu ayat surat Al-Fatihah. (Riwayat Daruqutni dari Hadits Abdul Hamid bin Za’far dari Nuh bin Abi Bilal dari Sa’id bin Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairoh r.a)
b. Hadits Anas r.a, sesungguhnya ia ditanya tentang bacaan rosululloh SAW dalam sholat, jawab Anas “Sesungguhnya rosululloh memanjangkan bacaannya... seterusnya beliau membaca bismillaahir rohmaanir rohiim alhamdulillahir robbil’alamiin maaliki yaumid diin…” (riwayat Bukhori)
c. Dan dalam kitab Al-Majmu` ada 6 orang shahabat yang meriwayatkan hadits tentang basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah. (lihat kitab Al-Majmu` jilid 3 halaman 302).
4. Hambali
Membaca Basmallah dengan pelan dan tidak sunat untuk dikeraskan.
Sedangkan dalam pandangan Al-Hanabilah, basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah, namun tidak dibaca secara keras (jahr), cukup dibaca pelan saja (sirr). Bila kita perhatikan imam masjidil al-haram di Makkah, tidak terdengar membaca basmalah, namun mereka membacanya. umumnya orang-orang di sana bermazhab Hanbali
by Ajir
« Segala pujian untuk Allah Rabb alam semesta »
Pujian muncul karena rasa cinta, dan cinta sendiri merupakan bagian dari akidah karena ia adalah hak Allah Ta’ala. Seseorang bisa terjatuh kepada kemusrikan bila mencintai yang lain lebih tinggi daripada cintanya kepada Allah.
ا« Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang »
Ayat ini dulang lagi menunjukkan betapa besarnya kasih sayang Allah. Rahman lebih luas daripada rahim, karena rahman diberikan ke semua makhluk ( orang non muslim pun mendapatkan rahman-Nya Allah seperti kesehatan, kekayaan dll). Sementara rahim hanya khusus diberikan kepada orang mu’min saja.
« Yang Menguasai hari pembalasan »
Allah menjadi satu-satunya raja di hari kiamat yang akan mengadili setiap perbuatan seluruh manusia, dan ini akan memunculkan rasa takut, sementara takut adalah bagian dari akidah. Rasa takut wajib dimiliki oleh orang beriman. Kata ulama : Barangsiapa yang takut kepada Allah maka segala yang ada di permukaan bumi akan takut kepadanya.
Dari 4 ayat diatas dapat disimpulkan adanya 3 poin penting yaitu : cinta ( اَلْمَحَبَّة ), harapan ( اَلرَّجَاء ) dan takut/kecemasan ( اَلْخَوْف ). Ulama ahli akhlak mengatakan : « bahwa seseorang akan merasakan lezatnya ibadah bila terkumpul dalam dirinya ketiga hal ini ».
Seseorang yang hatinya penuh cinta kepada Allah maka setiap ibadahnya akan terasa manis/ringan untuk dijalankan, berbeda dengan seseorang yang hatinya tidak dilandasi cinta, maka ibadahnya akan terasa berat atau menjadi beban serta sekedar rutinitas biasa saja. Seseorang yang melakukan ibadah dengan penuh harapan maka ia akan selalu termotivasi unutuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, karena ia yakin dengan janji-janji Allah seperti ridho-Nya dan surga-Nya. Seseorang yang bisa menghadirkan rasa takut maka ia tidak terjebak pada GR (GhuRur – tertipu diri – menyangka bahwa ibadahnya sudah cukup), ia akan terus memperbanyak amalnya karena khawatir tidak diterima.
ad.2. Ibadah
ا« Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan »
Kalimat “iyyaka na’budu” keluar dari susunan bahasa Arab yang biasa, karena umumnya adalah “na’budu iyyaka” (kami menyembah kepada-Mu), namun ketika susunannya berbeda (obyek didahulukan) ia mempunyai maksud “litakhsis” (pengkhususan). Jika “na’budu iyyaka” artinya kami menyembah kepada-Mu, masih mungkin seseorang menyembah yang lain. Tapi setelah pengkhususan “Iyyaka na’budu” bermakna kami tidak menyembah yang lain, kecuali hanya kepada Allah saja. Ini berarti keikhlasan, bahwa ibadah hanya untuk Allah saja (syarat diterimanya ibadah : ikhlas & sesuai tuntunan Rasul)
Kajian fiqh da’wah : mengapa menggnakan kata kami/nun (na’budu - kami menyembah) bukan aku (a’budu – aku menyembah)? Ini berarti bahwa orang Islam dalam beribadah melibatkan orang lainà makna kebersamaan. Jika dalam shalat saja seudah melibatkan orang lain apalagi dalam kehidupan bermasyarakat/sosial seharusnya lebih kuat/bersinergi.
Ibadah berasal dari kata abdan (hamba). Orang yang mengakui sebagai hamba Allah akan mudah mendapatkan pertolongan Allah. Sebab salah satu sebab tidak dikabulkannya do’a karena yang berdoa belum merasa (tidak memposisikan diri) menjadi hamba. Padahal Allah menyebutkan dalam surat Al-Baqarah 186 : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Al-Ubudiyah secara bahasa berarti al-khudhu’ (tunduk) wa at-tho’at (ta’at) sehingga na’budu berarti kami tunduk dan kami ta’at (karena belum tentu orang tunduk tapi juga ta’at), ini menunjukkan ketundukan total tanpa keingkaran. Karena ada sebagian orang mengatakan : mengapa kita harus mau didoktrin oleh Allah Ta’ala? Padahal jika seseorang tidak mau didoktrin oleh Allah tapi secara sadar/tidak ia mau didoktrin oleh yang lain. [contoh pemain catur tidak pernah protes dengan doktrin pembuat catur, tidak ada yang protes mengapa kuda jalannya berbentuk L]. (na’udzubillah) kadang seseorang mau didoktrin oleh manusia tapi menolak didoktrin oleh pembuat manusia. Selain itu ibadah secara istilah juga berarti aktifitas apapun yang dicintai dan disukai oleh Allah Ta’ala baik berupa ucapan maupun perbuatan.
“Iyyaka na’budu” mengindikasikan bahwa totalitas seseorang siap menghambakan diri kepada Allah Ta’ala (siap melaksanakan perintah Allah dalam kondisi apa saja)
“Iyyaka nasta’in” à Hanya kepada-Mu kami minta pertolongan (isti’anah). Meminta pertolongan adalah bagian dari ibadah. Boleh meminta tolong kepada manusia hanya sebatas mereka mampu melakukannya. Namun diluar itu, harus/hanya memohon pertolongan langsung kepada Allah. Bila meminta pertolongan kepada manusia hal-hal yang mereka tidak mampu mengabulkan kecuali oleh Allah saja akan jath pada kesyirikan.
Ayat al-Baqarah 186 diatas juga menekankan bahwa masalah do’a adalah langsung kepada Allah tidak melalui perantara baik orang pintar/wali.
ad. 3. Konsep Kehidupan
« Tunjukkanlah kami jalan yang lurus »
Redaksi ayat ini berupa do’a : Ya Allah, tunjukkanlah Kami jalan yang lurus. Menurut ulama jalan yang lurus adalah Islam. Karena doa adalah obsesi yang harus direalisasikan maka ayat ini juga berarti : kami ingin berada di jalan Islam, ingin agar system kehidupannya adalah system Islam.
« Jalannya orang-orang yang telah Kau berikan nikmat, bukan jalannya mereka yang dimurkai dan orang yang sesat »
Jalan Islam yang dipilih bukan Islamnya kelompok A ataupun kelompok B tetapi Islamnya orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah ( para Nabi, para shalihin, para shidiqin, dan para syuhada). Sementara jalan orang yang dimurkai dan sesat, para ahli tafsir mengatakan mereka adalah Yahudi dan Nasrani. Namun Allah Ta’ala tidak menyebutkan nama Yahudi dan Nasrani melainkan hanya sifat/wataknya saja. Sehingga itu bisa berarti orang Islam juga tapi dimurkai (karena tahu kebenaran tapi tidak membenarkannya) dan sesat (tidak tahu kebenaran dan tidak berusaha mencarinya).
Hukum Basmalah dalam shalat
1. Hanafi
Membaca Basmalah dalam Fatihah sholat itu hukumnya wajib namun dengan suara pelan. Dalam riwayat lain bagi Ibnu Huzaimah : “Mereka membaca Bismillahir-rahmaanir-raahiim”membacanya dengan pelan”. (Subulus Salam I/333).
2. Maliki
Basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah. Sehingga tidak boleh dibaca dalam shalat baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Dan juga baik dalam shaalt jahriyah maupun sirriyah.
Dari Aisyah r.a :“Sesungguhnya Rosulullah memulai sholat dengan takbir dan membaca alhamdulillahi robbil’alamin (Riwayat Muslim)
3. Syafi’i
Wajib membaca Basmallah
a. Abu Hurairoh r.a, Nabi Muhammad SAW: Sesungguhnya rosulluloh telah bersabda “Jika kalian membaca alhamdulillahi robbil’alamin, makabacalah bismillaahir rohmaanir rohiim. Sesungguhnya itu ummul Qur’an, ummul kitab, dan sab’ul matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang), dan bismillaahir rohmaanir rohiim termasuk salah satu ayat surat Al-Fatihah. (Riwayat Daruqutni dari Hadits Abdul Hamid bin Za’far dari Nuh bin Abi Bilal dari Sa’id bin Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairoh r.a)
b. Hadits Anas r.a, sesungguhnya ia ditanya tentang bacaan rosululloh SAW dalam sholat, jawab Anas “Sesungguhnya rosululloh memanjangkan bacaannya... seterusnya beliau membaca bismillaahir rohmaanir rohiim alhamdulillahir robbil’alamiin maaliki yaumid diin…” (riwayat Bukhori)
c. Dan dalam kitab Al-Majmu` ada 6 orang shahabat yang meriwayatkan hadits tentang basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah. (lihat kitab Al-Majmu` jilid 3 halaman 302).
4. Hambali
Membaca Basmallah dengan pelan dan tidak sunat untuk dikeraskan.
Sedangkan dalam pandangan Al-Hanabilah, basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah, namun tidak dibaca secara keras (jahr), cukup dibaca pelan saja (sirr). Bila kita perhatikan imam masjidil al-haram di Makkah, tidak terdengar membaca basmalah, namun mereka membacanya. umumnya orang-orang di sana bermazhab Hanbali
by Ajir
0 komentar:
Posting Komentar